- Back to Home »
- Kebudayaan Bali
Wednesday, April 26, 2017
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Budaya Bali adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Bali dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama
dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya memiliki sifat yang tidak kekal, seiring perkembangan jaman suatu dapat
berubah-ubah sesuai dengan pengaruh atau atau kemajuan ilmu dan teknologi.
A. Budaya
Bali yang Sudah Hilang
Adapun
budaya Bali yang telah menghilang, antara lain sebagai berikut.
1.
Desain
bangunan
Desain rumah masyarakat Bali seperti
gambar diatas terlihat bahwa bentuk rumah yang sangat sederhana. Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembutan rumah juga sangat sederhana. Bahan-bahan yang
digunakan anatara lain tanah yang ditumpuk-tumpuk sehingga berwujud tembok dan
atap rumahnya menggunakan rumput lalang atau daun kelapa. Tradisi rumah ini mulai ditinggalkan
saat ada pengaruh dari luar dan pengaruh jaman dan teknologi seperti sekarang
ini. Saat ini masyarakat khususnya di Bali menganggap bangunan seperti itu
sudah "ketinggalan jaman". Masyarakat seolah-olah berlomba membuat
bangunan rumah senyaman mungkin. Mengenai tata ruang bangunanpun saat ini sudah
tidak diperhatikan lagi. Masyarakan sekreatif mungkin membuat bangunan yang
menarik tanpa memperhatikan tata ruang yang biasa dibuat oleh masyarakat jaman
dulu.
Jaman
dahulu, masyarakat Bali memiliki Budaya berbusana seperti gambar di atas.
Hampir semua masyarakat bali hanya memakai busana pada bagian bawah saja, yaitu
dari perut sampai ke kaki. Busana tersebut berbahan kain yang di pakai dan
diikat dengan sebuah selendang sehingga berbentuk kamben. Sedangkan bagian
atas, bisanya masyarakat Bali jarang menggunakan pakaian sehingga tubuh bagian
atas tetap telanjang. Seiring kemajuan jaman dan teknologi, budaya
berbusana ini ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Saat ini masyarakat Bali sudah
memakai busana tertutup, artinya masyarakat sudah memakai busana lengkap, baik
bagian atas maupun bawah. Terlihat pada contoh berikut.
3.
Transportasi
Gedebeg
Alat
transportasi gedebeg merupakan sarana transportasi yang dimiliki oleh
masyarakat Bali pada jaman dulu. Alat transportasi ini berbentuk gerobak, yang
terbuat dari kayu yang dipergunakan untuk mengangkut barang, terbuat dari kayu
yang berbentuk rumah kecil dan tenaga yang digunakan sebagai penarik
transportasi ini adalah seekor kerbau. alat transportasi ini biasanya digunakan
untuk mengankut hasil pertanian atau barang dagangan yang akan dibawa ke pasar.
Seiring perkembanggan jaman dan teknologi alat transportasi ini sudah
ditinggalkan karena kurang evisiensi waktu.
B.
Budaya
Bali yang Sudah Rapuh
Budaya
Bali yang merapuh adalah budaya milik masyarakat Bali yang keberadaannya mulai
ditinggalkan oleh masyarakat bali.
Subak
Bali diputuskan menjadi Warisan Dunia oleh UNESCO pada Jumat, 29 Juni 2012.
Akademisi Pertanian I Wayan Windia merupakan salah satu anggota komite yang
mendorong adanya pengakuan sistem irigasi subak dari Bali. Subak dapat
memertahankan nilai asli budaya masyarakat Bali dan tradisi kuno subak perlu
dilestarikan. Subak tidak hanya berfungsi sebagai sistem irigasi, tapi juga
merupakan bagian dari keyakinan rohani. Pengakuan dari UNESCO dapat mendorong
pemerintah dan petani lokal untuk tetap menjaga dan memertahankan subak.
Ironisnya,
setiap tahun sekira 1.000 hektare lahan pertanian di Bali telah diubah menjadi
hotel dan rumah. Karena itu, perlu adanya perlindungan khusus dari pihak
internasional agar subak tidak hilang begitu saja. Pariwisata di Bali
sebenarnya bisa mengancam kelestarian subak. Pasalnya, adanya pengembangan
wisata di sekitar subak membuat harga properti di sekitarnya naik sehingga
petani harus membayar pajak mahal. Tradisi yang selama ini hidup dikhawatirkan
juga hilang yaitu contohnya di Gunung Sari yang setiap tahunnya dilaksanakan
ritual panen. Petani akan berkumpul untuk berdoa meminta keselamatan dan hasil
panen yang baik. Bila Subak hilang, budaya Bali juga akan hilang. Subak sangat
penting karena merupakan dasar dari budaya Bali.
2. Permainan Tradisional
Bali
Banyak
permainan tradisional yang ada di Bali seperti; meong-meongan, megoak-goakana,
metajog, nyen durine nyongkok, engkeb–engkeban, main gangsing, main tajog.
Dengan perkembangan iptek yang pesat, anak-anak cenderung menggunakan
tekhnologi yang ada seperti video games yang bisa dimainkan dari handphone,
play station dan melalui internet. Mereka sepertinya lebih asik bermain alat
tersebut, tidak lagi berinteraksi dengan lingkungan dengan teman sesamanya.
Mereka hanya terfokus untuk menang mengumpat kalau kalah. Anak-anak sampai
kecanduan dan tidak fokus belajar, apalagi permainan yang menggunakan handphone
yang katanya ada ‘radiasi‘ yang bisa mempengaruhi sel-sel tubuh dan
perkembangan otak, ini tentunya akan sangat berbahaya bagi perkembangan anak.
Peran aktif orang tua sangat dibutuhkan dalam mengarahkan dan membimbing
mereka.
3.
Alat
pembajak sawah
Keunikan
Budaya Bali dan Pesatnya Pariwisata Bali kita tidak bisa terlepas dari sebuah
dunia yang disebut Pertanian Bali. Pertanian di bali memiliki pertalian yang
erat antara Budaya, Agama, Alam Bali dan Pariwisata di Bali. “metekap” adalah
istilah orang Bali dalam membajak sawah mereka, peralatan tradisional
yang mereka pakai terdiri dari "UGA" ditaruh pada leher kedua ekor
sapi yang kemudian di ikat pada "TENGALA" dan "LAMPIT" yang
berfungsi untuk membajak sawah.
Seiring
perkembangan jaman dan teknologi kegiatan “matekap” sudah mulai ditinggalkan
oleh masyarakat Bali, karena dengan kemajuan teknologi yang menghasilkan alat
pembajak sawah yang disebut dengan “Traktor” telah menggantikan alat-alat
tradisional Bali. Dengan “traktor” pekerjaan membajak sawah menjadi lebih mudah
dan cepat. Dengan adanya alat moderen inilah masyarakat menjadi lebih
dimannjakan, dan mulai meninggalkan budaya “matekap”.
C.
Budaya
Bali yang Bertahan
Selain budaya yang menghilang dan
merapuh, Bali juga masih memiliki budaya yang tetap bertahan hingga saat ini,
antara lain sebagai berikut.
1. Upacara Pengabenan
Pulau Bali
yang juga dikenal sebagai “Pulau Seribu Pura” memiliki ritual khusus dalam
memperlakukan leluhur atau sanak saudara yang telah meninggal. Apabila di
tempat lain orang yang meninggal umumnya dikubur, tidak demikian dengan
masyarakat Hindu di Bali. Sebagaimana penganut Hindu di India, mereka akan
menyelenggarakan upacara kremasi yang disebut Ngaben, yaitu ritual pembakaran
mayat sebagai simbol penyucian roh orang yang meninggal.
Tradisi budaya ngaben ini merupakan
warisan leluhur masyarakat Bali dan diteruskan secara turun temurun ke anak
cucunya. Upacara pengabenan ini juga menjadi salah satu penarik wisatawan di
Bali karena keunikan dan keseniannya.
2. Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung
dalam kebudayaan Bali. Budaya Ogoh-ogoh ini tetap bertahan hingga saat ini.
Ogoh-ogoh ini kebudayaan yang menggambarkan kepribadian “Bhuta Kala” dan sudah
menjadi ikon ritual yang secara tradisi sangat penting dalam penyambutan Hari
Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka. Seluruh umat Hindu Dharma akan bersukaria
menyambut kehadiran tahun baru itu dengan mengarak-arakan “ogoh-ogoh” yang
dibarengi dengan perenungan tentang yang telah terjadi dan sudah dilakukan
selama ini pada saat “Pangerupukan” atau sehari setelah menjelang Hari
Raya Nyepi, peristiwa dan prosesinya setiap tahunnya sama yaitu pada setiap
banjar membuat ogoh-ogoh.
Mengingat pentingnya Budaya ogoh-ogoh
ini, sampai sekarang masih tetap bertahan dan lestari. Disamping itu dengan
keberadaan arak-arakan “Ogoh-ogoh” yang sudah menjadi tradisi inilah yang
menambah daya tarik wisata. Balipun memiliki budaya yang menjadi salah satu
andalan kepariwisataan.
3. Tradisi Omed-omedan
Tradisi omed-omedan merupakan warisan
nenek moyang sejak dulu dan dilakukan secara turun temurun. Dahulu,
omed-omedan hanya dilakukan hanya dengan tarik-tarikan, perkembangan jaman yang
pesat lalu berubah ada ciuman. Pada saat sedang berciuman, air diguyur agar
peserta tidak kepanasan dan ciumannya tidak menjadi lebih lama. Tradisi
omed-omedan ini, dilakukan oleh dua kelompok yakni muda dan mudi. Pemuda
berdiri membentuk barisan ke belakang dan saling berpelukan pada pinggang orang
yang di depan. Demikian pula dengan kelompok pemudi. Jumlahnya tidak dibatasi.
Pada saat dikasih aba-aba maka kelompok dua kelompok ini saling tarik menarik
ke belakang, bertumpuh pada kaki dengan lengan di pingggang. Orang yang
mengambil posisi di depan harus mampu berjalan ke depan sementara yang lain
menarik berlawanan ke belakang. Saat orang yang di depan berhasil maju ke depan
bertemu, disaat itulah keduanya berpelukan dan berciuman.